.1.1 Latar Masalah
Perdagangan perempuan
mungkin bagi banyak kalangan merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk
didengar oleh karena tingkat terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri
sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering
menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
Trafiking terhadap perempuan dan manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan
kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara
ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut
trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam
Undang-undang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the
form of modern day slavery. Praktik trafiking yang seringkali terjadi
selama ini adalah perdagangan wanita dan anak-anak yang diperniagakan secara
paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk atau diiming-imingi
dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks komersial atau dieksploitasi.
Tingkat
kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya
lapangan kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia
yang tertarik dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang
besar. Padahal banyak lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada
belum jelas asal usulnya. Tetapi karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka
terkadang mereka tidak terlalu peduli akan kejelasan dari lembaga ataupun
perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut, tidak hanya itu, ada pula faktor
yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor sosial budaya, orang tua
menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus melakukan kehendak orang
tua. Trafiking khususnya terhadap wanita dan anak, telah meluas dalam bentuk
jaringan kejahatan, baik terorganisir maupun tidak terorganisir.
Di dalam KUHP,
sesungguhnya telah terdapat banyak pasal yang biasa didayagunakan untuk
menindak pelaku trafiking ini, seperti Pasal 263 tentang Memalsukan
surat-surat, Pasal 277 tentang Mengaburkan asal usul seseorang, Pasal 285,
Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, dan masih banyak lagi
yang akan dibahas lebih lagi nantinya. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak misalnya juga menetapkan larangan
memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk
dijual.
1.2
Penegasan Mengenai Judul
Pada
Karya Ilmiah ini penulis akan menjelaskan beberapa penegasan judul mengenai
Penjualan Permpuan yang kali ini marak sekali kasusnya di tanah air ini. Penjualan
tehadap kaum perempuan sering sekali di kait-kaitkan dengan faktor ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Tentunya korbannya berasal dari kalangan bawah yang
berada di bawah garis kemiskinan. Ini merupakan masalah yang sangat berat yang
di hadapi bangsa Indonesia dan Tantangan besar bagi pemerinatah Indonesia agar
bisa mensejaterakan rakyatnya, agar masalah ini tidak terulang lagi.
1.3 Rumusan Masalah
Bertitik
Tolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut
1. Masalah apa yang paling sering yang muncul
dalam seseorang pada kasus penjualan perempuan (women trafficking)?
2. Adakah undang-undang yang mengatur tentang
kasus penjualan perempuan (women trafficking)?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut
1. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu sumber informasi yang bagi
para Perempuan
2. Penulisan ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan
dan langkah-langkah dalam mengatasi masalah ini yang merupakan kejahatan lintas
Negara
1.5 Sitematika
BAB
I PENDAHULUAN
Dalam
Bab ini akan membahas mengenai Latar belakang masalah, Penegasan mengenai
judul, Alasan pemilihan judul dan tujuan penelitian. Sebagai mana bab ini
menjelaskan tentang.
BAB II
ANALISA DAN TEORI
Dalam
Bab ini akan membahas mengenai analisa-analisa yang mempengaruhi faktor-faktor
tentang penjualan perempuan, penampilan anggapan dan pernyataan hipotesa pada
karya ilmiah ini.
BAB III
ANALISA DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
Dalam
Bab ini akan membahas mengenai metode dan penyajian data, penyajian tabel,
analisa kuantitatif dan analisa kualitatif.
BAB IV KESIMPULAN
DAN SARAN
Dalam
Bab ini penulis menuangkan kesimpulan dan saran agar permasalahan penjualan
perempuan tidak terulang lagi kasusnya dan pemerintah dapat melindungi TKW.
BAB V DAFTAR
ISI
Daftar
isi referensi website dan buku-buku sehingga dapat melengkapi karya tulis ini
BAB
II
ANALISA
LANDASAN TEORI
2.1 Analisa Hasil-Hasil
Perdagangan bukanlah fenomena yang sederhana, dan faktor-faktor
yang membuat perempuan dan anak semakin rentan terhadap perdagangan bersifat
kompleks dan saling terkait satu sama lain. Di dalam karya ilmiah ini, penulis
akan mengkaji lebih dalam sejumlah faktor yang menciptakan kerentanan terhadap
perdagangan. Faktor-faktor ini antara lain adalah:
2.1.1 Kemiskinan
Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan,
tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah,
tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga
mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti
rugi. Sebuah studi mengenai perdagangan di 41 negara menunjukkan bahwa
keinginan seseorang untuk memperbaiki status ekonominya dan kurangnya
kesempatan untuk mewujudkan hal itu di tempat asalnya merupakan satu dari
sejumlah alasan utama mengapa perempuan memilih untuk bermigrasi untuk
memperoleh pekerjaan.
2.1.2 Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Meski tingkat pendidikan di Indonesia telah mencapai kemajuan
dalam beberapa dasawarsa terakhir, masih banyak penduduk yang mengecap tidak
lebih dari beberapa tahun pendidikan di bangku sekolah dasar. Selain itu, di
dalam keluarga yang tidak mampu mengirimkan semua anak mereka ke sekolah,
prioritas umumnya akan diberikan pada anak lelaki. Juga ada kesenjangan besar
dalam tingkat pendidikan yang mampu dicapai penduduk kota dengan yang mampu
dicapai penduduk desa, di mana perempuan di daerah pedesaan mempunyai tingkat
pendidikan yang paling rendah. Meski tingkat melek huruf nasional telah membaik
[80,5% untuk perempuan, 90,9% untuk lelaki]
2.1.3 Status Dan Kekuasaan
Banyak faktor, termasuk usia, gender, kekayaan, pendidikan, dan
kelas, yang menentukan status sosial dan kekuasaan di Indonesia. Orang yang
lebih tua memiliki lebih banyak status daripada yang muda, demikian juga halnya
dengan lelaki daripada perempuan, mereka yang kaya daripada yang miskin, mereka
yang berpendidikan tinggi daripada yang tidak berpendidikan, dan mereka yang
duduk di kelas sosial atas daripada mereka yang berada di kelas sosial lebih
rendah.
2.1.4 Pernikahan Dini
Pernikahan dini dan tingkat perceraian yang tinggi mengakibatkan
para
gadis rentan terhadap perdagangan karena, begitu mereka
bercerai, mereka biasanya harus menghidupi diri mereka sendiri, meskipun
sebenarnya mereka masih anak-anak. Rendahnya pendidikan dan keterampilan mereka
mengakibatkan tidak banyak pilihan ekonomi yang
tersedia bagi mereka, dan karena mereka masih belia, mereka sering kali
dari segi mental, ekonomi, atau sosial tidak siap untuk hidup mandiri.
2.1.5 Korupsi
Korupsi memainkan peran yang menentukan dalam fasilitasi
perdagangan manusia di Indonesia. Korupsi membuka jalan bagi agen perekrut
tenaga kerja untuk memalsukan surat identitas, paspor dan visa. Korupsi ini
tidak hanya memainkan peran dalam perekrutan atau pengiriman buruh migran dan
pekerja seks, tetapi juga membuka jalan bagi perekrutan dan pengiriman anak di
bawah umur ke luar negeri.
Dalam proses ini, pejabat pemerintah dapat dibujuk untuk
memalsukan informasi
dalam dokumen sehingga usia seorang gadis menjadi lebih tua dari
yang sebenarnya, atau untuk mengubah tempat asal mereka (Kunjungan lapangan
proyek). Bepergian dengan dokumen palsu membuat para migran amat rentan
terhadap kekerasan. Pelaku perdagangan akan memanfaatkan rasa takut para
perempuan itu terhadap pemenjaraan oleh pihak berwenang karena pelanggaran
imigrasi agar dapat terus mengeksploitasi mereka.
2.1.6 Peran Perempuan Terhadap
Keluarga
Di Indonesia, peran perempuan dalam keluarga terpusat di rumah.
Tugas utama perempuan adalah sebagai istri dan ibu; mengurus keluarga dan
rumah. Namun tanggung jawab ini juga termasuk memastikan bahwa keluarganya
memiliki penghasilan untuk bertahan hidup. Banyak perempuan yang menjadi
pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka. Jika sebuah keluarga
membutuhkan nafkah, seorang perempuan mungkin akan memutuskan untuk meninggalkan
keluarganya, untuk bermigrasi guna mencari pekerjaan agar dapat mengirim uang
ke kampung sehingga keluarganya dapat bertahan hidup.
2.1.7 Asal Mula Buruh Ijon
Perdagangan di Indonesia biasanya adalah untuk dijadikan buruh
ijon, yang memiliki sejarah panjang di Indonesia dan di seluruh Asia Tenggara.
Dalam sejarah ada berbagai macam buruh ijon, yang manifestasinya dewasa ini
masih terlihat dalam beberapa bentuk. Salah satu contohnya adalah praktik
turun-temurun untuk mengirimkan gadis muda ke istana raja sebagai selir. 11
dari antara daerah-daerah di Jawa yang dulunya merupakan daerah pemasok selir
dalam jumlah besar untuk istana-istana kerajaan kini menjadi daerah pengirim
pekerja seks besar, yaitu Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat;
Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang,
Banyuwangi, dan Lamongan di Jawa Timur
2.1.8 Lemahnya Payung Hukum
Sampai hari ini belum ada upaya nyata pemerintah dalam menghapus praktek-praktek perdagangan perempuan dan anak. Bahkan upaya preventif pun dalam bentuk payung hukum sangat tidak memadai. Satu-satunya peraturan yang menyebut tentang perdagangan perempuan adalah pasal 297 KUHP yang menyebutkan barang siapa yang memperdagangkan perempuan dan anak laki-laki akan dihukum penjara tujuh tahun. Soalnya kemudian, penegak hukum mengartikan perdagangan perempuan hanya pada tindak eksploitasi seksual Bagaimana dengan kerja paksa yang banyak menimpa para TKI? Tidak ada definisi yang jelas tentang unsur-unsur perdagangan perempuan dan anak. Perspektif pemerintah dan kebanyakan masyarakat tentang perdagangan perempuan hanyalah menyangkut prostitusi. Dalam hal ini yang disalahkan biasanya hanya perempuan. Padahal prostistusi tidak akan ada dan berkembang kalau memang tidak ada konsumen atau pelanggannya.
Pendekatan pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap kasus perdagangan perempuan hanya dari sisi moral. Padahal perdagangan perempuan dan anak sangat terkait dengan aspek sosial dan politik. Perdagangan perempuan terjadi karena ada anggapan bahwa perempuan identik dengan pemenuhan kebutuhan seksual, yang artinya juga bisa diperjual belikan. Untuk mengatasi perdagangan perempuan dan anak tidak bisa hanya menggunakan pendekatan moral.
2.2 Penampilan Anggapan
Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah
“trafiking”
:
“Trafficking
is the illicit and clandestine movement of persons across national and
international borders, largely from developing countries and some countries and
some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women
and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative
situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as
well as other illegal activities related to trafficking, such as forced
domestic Labour, false marriages, clandestine employment and false adoption.” (Perdagangan
adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional
dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara
yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa
wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan
ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur,
dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang
berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu,
pekerjaan gelap, dan adopsi).
Global
Alliance Against Traffic in Women (GAATW)
mendefinisikan istilah perdagangan (trafficking):
“Semua
usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan,
transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan
atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan
orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan
(domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi
perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal
pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
2.3 Pernyataan Hipotesa
1. Masalah yang sering muncul dalam kasus women trafficking ini
adalah masalah dalam perekonomian karena seseorang akan menggunakan 1001 cara
untuk mengubah keadaan perekonominya agar terpenuhi semua kebutuhannya, Menurut
badan pusat statistic (BPS) adanya jumlah penduduk miskin terus meningkat dari
11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%, walaupun berangsur-angsur telah turun
kembali menjadi 17,6% pada tahun 2004.
2. undang-undangan yang mengatur mengenai women trafficking yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Pengaturan mengenai korban women trafficking telah mengalami kemajuan sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti sudah berorientasi kepada korban dan adanya bentuk tanggung jawab dari pelaku.
BAB III
ANALISA DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
3.1 Metode dan prosedur pengolahan data.
Metode adalah pendekatan atau cara yg dipakai dalam penelitian suatu ilmu, (http://www.artikata.com/arti-340805-metode.html).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode qulitatif dan quantitatif dalam
menganalisis data yang ada, karena data yang diperoleh dalam penelitian ini
berupa angka (yaitu table presentase) dan kata (artikel).
3.2 Penyajian Tabel
Berikut
adalah Data TKW Indonesia yang mendapatkan kekerasan selama Januari-Mei 2004
Bentuk Kekerasan
|
Jumlah (Orang)
|
Pelacuran
|
91
|
Penelantaran
|
52
|
Penipuan
|
19
|
Pengusiran
oleh majikan
|
7
|
Penyiksaan
oleh majikan
|
5
|
Stress/Sakit
|
6
|
Pemerkosaan
oleh majikan
|
8
|
Meninggal
dunia
|
1
|
3.3 Analisa kualitatif
Menurut Strauss dan Corbin (1997: 11-13), yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
(http://ian43.wordpress.com/2010/05/25/perbedaan-dan-pengertian-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/)
3.4 Analisa kuantitatif
Penelitian Kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagain dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena alam. Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antarvariabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. (http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2131804-pengertian-metode-kuantitatif/)
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Jadi factor-faktor yang sering pada kasus women trafficking adalah kemiskinan, payung hukum yang lemah bagi TKW, tingkat pendidikan yang rendah, dan pernikahan dini bagi seorang perempuan. Dan yang kekerasan yang paling sering menimpa TKW adalah pemelacuran.
4.2 Saran
Departemen tenaga kerja perlu menjalin koordinasi dengan aparat kepolisian guna
mengetahui kantong-kantong pemasok tenaga kerja ilegal serta perusahaan pengerah tenaga kerja yang biasa melakukan pelanggaran, Guna memberikan perlindungan hukum yang memadai pada korban kejahatan perdagangan perempuan dan anak diluar negeri, disarankan Indonesia menempatkan wakilnya di luar negeri yang secara khusus bertugas dalam memberikan advokasi/bantuan hukum pada para korban, dan Departemen tenaga kerja perlu melakukan pemantauan secara langsung terhadap aktifitas pengerah tenaga kerja Indonesia mengingat lembaga ini seringkali menjadi pintu gerbang maraknya aktivitas perdagangan perempuan.
BAB V
Daftar Pustaka
Trafficking_finish_bab1.pdf
Fanning, K., (2003). Young Fishermen Labor on Isolated Wooden
Piers. Scholastic News, Retrieved on January 31, 2003, from http://teacher.scholastic.com/scholasticnews/indepth/child_labor.com
Lim, L.L. (1998). The Economic and Social Bases of Prostitution
in Southeast Asia in Lin Lean
Lim (Ed.). The Sex Sector: the economic and social bases of
prostitution in Southeast Asia (pp. 1-28).
http://www.artikata.com/arti-340805-metode.html