Tuesday, 28 April 2015

Pancasila Sebagai Sistem Etika

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Nilai, norma, dan moral adalah  konsep-konsep yang  saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya  akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan  suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran  norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi terhadap masyarakat Indonesia, nilai ini dijabarkan dikehidupan nyata. Tetapi sangat disayangkan banyak yang melanggar norma-norma pancasila dan hukum. Seharusnya setiap masyarakat harus memiliki makna-makna nilai yang terkandung dalam pancasila.

1.2       Penegasan Mengenai Judul
Pada karya ilmiah kali ini penulis akan menjelaskan beberapa penegasan judul mengenai Pancasila Sebagai Sistem Etika. Dimana dijaman Globalisasi ini masyarakat Indonesia telah lupa akan dasar-dasar Pancasila sebagai etika baik itu norma-norma baik itu norma moral dan norma hukum.

1.3       Rumusan Masalah
            1. Apa itu Nilai, Norma dan Moral?
            2. Apa hubungan antara Nilai, Norma dan Moral?
            3. Apa makna nilai-nilai yang terkandung setiap sila Pancasila?

1.4       Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut:
            1. Penelitian ini dipergunakan sebagai Tugas karya ilmiah Pendidikan Pancasila;
            2. Sebagai sumber informasi untuk pembaca;
            3. Mengetahui makna-makna nilai, norma dan moral

1.5       Sistematika
        BAB I PENDAHULUAN
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai Latar belakang masalah, Penegasan mengenai judul, Alasan pemilihan judul dan tujuan penelitian. Sebagai mana bab ini menjelaskan tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika

        BAB II ANALISA DAN TEORI
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai analisa-analisa yang mempengaruhi faktor-faktor tentang Analisa landasan teori, Nilai, Norma dan Moral.

        BAB III ANALISA DATA
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai Analisa data aplikasi norma, nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
       
        BAB IV KESIMPULAN
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan saran karya tulis ilmiah ini.


BAB II
ANALISA LANDASAN TEORI

2.1       Analisa Teori
Nilai, Norma, dan Moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Nilai-nilai dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi:
a.      Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
b.      Norma Hukum
         Suatu system peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan wakt tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan dari sumber segala sumber hukum.
Etika, etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi mendjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut:
a.      Etika Umum, merupakan mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
b.      Etika Khusus, dimana etika ini membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan aspek kehidupan manusia, baik individu maupun sosial.

2.1.1               Nilai, Norma dan Moral
            Dalam hal ini dimana Nilai, Norma dan Moral sangat saling berkaitan
2.1.1.1 Pengertian Nilai
Nilai atau value adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sidat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat sesorang ataupun kelompok. Jadi pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan suatu dengan suatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keptusan itu adalah nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak bergunanya, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik dan seterusnya. Dengan demikian, nilai adalah suatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya.
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang tidak ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurut nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu:
1.    Nilai kenikmatan adalah nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak.
2.    Nilai Kehidupan adalah nilai penting bagi kehidupan jasmani, kesehatan serta kesejateraan umum.
3.    Nilai Kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni.
4.    Nilai Kerohanian adalah tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Menurut Notonagoro nilai dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.    Nilai Material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.    Nilai Vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktifitas atau kegiatan.
3.    Nilai Kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan diantara lain nilai kebenaran, nilai keindahan/estetis, nilai kebaikan atau moral dan nilai religious.
Nilai-nilai yang dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan criteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela.

2.1.1.2 Pengertian Moral
              Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah tentang ajaran hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.


2.1.1.3 Pengertian Norma
              Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikendaki oleh tata nilai yang dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial.

2.1.2   Nilai dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
2.1.2.1 Nilai Dasar
              Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan objektif yang dari segala sesuatu. Contohnya: hakikat tuhan, manusia atau mahluk lainnya. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

2.1.2.2  Nilai Instrumental
              Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang merupakan penjabaran pancasila.

2.1.2.3  Nilai Praktis
              Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praktis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai dasar dan nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai praktis dijiwai kedua nilai tersebut diatas dan tidak bertangan dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua undang-undang yang dibawah UUD 1945 sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.

2.1.3   Hubungan Nilai, Normal dan Moral
            Nilai, Normal dan Moral merupakan kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara disetiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki fondasi yang kuat. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Selain itu hubungan antara moral dan etika seringkali dijajarkan dengan maknanya. Namun dibalik itu makna etika dalam pengertiannya tidak berkewenang menentukan apa yang boleh tidak boleh dilakukan seseorang.

2.1.4   Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Bagi Bangsa Dan Negara Republik Indonesia
2.1.4.1 Dasar Filosofis
         Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang besifat sistematis. Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagi berikut: Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai objektif Pancasila  dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.     Rumusan dari sila Pancasila sebenarnya hakikat dan maknanya menunjukan adanya sifat-sifat yang umum, universal dan abstrak.
b.    Inti dari pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia
c.     Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
Sebaliknya nilai subyektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaannya bergantung dan terlekat pada Indonesia sendiri. Hal itu dijelaskan sebagai berikut:
a.     Nilai Pancasila timbul dari bangsa sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis.
b.    Nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa.
c.     Nilai Pancasila di dalamnya terakndung ketujuh nilai kerokhanian yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan religius.

2.1.4.2 Nilai Pancasila Sebagai Fundamental Negara
              Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara persatuan yaitu Negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Ini terkandung dalam sila ketiga.
              Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa Negara kehendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini terkandung dalam sila ke lima.
              Pokok pikiran ke tiga menyatakan bahwa Negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini terkandung dalam sila keempat.
              Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini terkandung dalam sila pertama dan kedua.
              Nilai dasar yang fundamental dalam sebuah hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk berubah. Dalam pengertian seperti itulah dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi Negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Disamping itu, nilai-nilai Pancasila juga merupakan landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.

2.1.5   Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
a.      Ketuhanan Yang Maha ESA
         Nilai-nilainya meliputi dan mejiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha ESA.
         Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (HAM) bahwa setiap warga Negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal ini terjamin dalam pasal 29 UUD 1945.
b.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
         Kemanusiaan berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi piker, rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban sesorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, budi luhur dan susila artinya sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai budi, keluhuran, kesopanan dan kesusilaan. Dengan demikian sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang berdasarkan kepada potensi budi nurani manusia delam hubungan norma-norma dan kesusilaan umumnya.
c.      Persatuan Indonesia
         Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertianbersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencangkup kesatuan dalam arti ideology, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Persatuan Indonesia ialah bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh ketuhanan yang maha esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab.
d.      Kerakyatan Yang Dipinpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
         kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah Negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut system demokrasi yang menempatkan rakyat posisi tertinggi hirarki kekuasaan. Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarkat sekaligus sebagai asas atau prinsip-prinsip tata pemerintahan Negara.
e.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
         Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.


BAB III
ANALISA DATA

3.1     Aplikasi Nilai, Norma dan Moral Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan istilah nilai dan norma dan juga moral dalam kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan nilai sosial merupakan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Dan dapat juga dicontohkan, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai.
Dapat di jelaskan juga bahwa yang dimaksud norma social adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. 
Tingakat norma dasar didalam masyarakat dibedakan menjadi 4 yaitu:
1. Cara
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan  suara seperti hewan
2. Kebiasaan
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
3. Tata kelakuan
Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
4. Adat istiadat, Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.,upacara adat (misalnya di Bali)
Norma hukum (laws)
Contoh:
- Tidak melanggar rambu lalu lintas walaupun tidak ada polentas
- Menghormati pengadilan dan peradilan di Indonesia
Norma kesusilaan
Contoh :
orang yang berhubungan intim di tempat umum akan di cap tidak susila, melecehkan wanita ataupun laki-laki didepan orang.
Norma kesopanan
Contoh :
- memberikan tempat duduk di bis umum pada lansia dan wanita hamil.
-Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat
Dan ada beberapa norma yang lain yang belum di sebutkan dalam hal ini. Setelah masuk pada nilai dan norma. Dalam aplikasi yang terakhir akan membahas tentang moral.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Contoh moral adalah : Tidak terdapat adanya pemaksaan suatu agama tertentu kepada orang lain, dengan demikian masyarakat dan bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai nilai HAM. Dapat dicontoh dalam hal nya pendidikan. Seorang siswa yang ingin bersekolah tapi dengan tidak dana maka ia tak dapat sekolah sampai cita-citanya tidak terwujud.
Contohnya moral dalam halnya kehidupan sehari kalau kita menemukan tas yang berisikan dokumen penting dan juga sejumlah uang yang tersapat dalam tas tersebut. Seandainya kita memiliki moral yang baik maka kita akan memberikan tas itu pada kepemiliknya kalau tidak pada yang berwajib.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN:
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling menglengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat medasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

SARAN:
Semoga masyarakat era globalisasi jaman sekarang tidak melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Seperti halnya banyak masyarakat yang berprilaku sesuai dengan keinginannya tanpa berdasarkan pancasila sebagai tolak ukur beretika.


DAFTAR PUSTAKA

Muchji, H. Achmad Etall. 2007, Pendidikan Pancasila, Gunadarma.
Kaelan, 1995, “Hakikat sila-sila Pancasila”, Dalam Ensiklopedia Pancasila Pariata Westra (ED), Penerbit BPA, Yogyakarta.
Kaelan, 1983, Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945, Liberty, Yogyakarta
Laboraturium Pancasila IKIP Malang, 1993, Pendidikan Pancasila, Edisi Ketiga, Malang.
Elly M. Setiadi, 2005, Pendidikan Pancsaila, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ismaun, 1997, Pendidikan Pancasila, CV. Yulianti, Bandung.
Suseno, Franz-Magniz, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia, 2003


Penjualan Perempuan / Women Trafficking

.1.1  Latar Masalah
       Perdagangan perempuan mungkin bagi banyak kalangan merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk didengar oleh karena tingkat terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Trafiking terhadap perempuan dan manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam Undang-undang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the form of modern day slavery. Praktik trafiking yang seringkali terjadi selama ini adalah perdagangan wanita dan anak-anak yang diperniagakan secara paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk atau diiming-imingi dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks komersial atau dieksploitasi.
                  Tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang tertarik dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Padahal banyak lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada belum jelas asal usulnya. Tetapi karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka terkadang mereka tidak terlalu peduli akan kejelasan dari lembaga ataupun perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut, tidak hanya itu, ada pula faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor sosial budaya, orang tua menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus melakukan kehendak orang tua. Trafiking khususnya terhadap wanita dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan, baik terorganisir maupun tidak terorganisir.
                 Di dalam KUHP, sesungguhnya telah terdapat banyak pasal yang biasa didayagunakan untuk menindak pelaku trafiking ini, seperti Pasal 263 tentang Memalsukan surat-surat, Pasal 277 tentang Mengaburkan asal usul seseorang, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, dan masih banyak lagi yang akan dibahas lebih lagi nantinya. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak misalnya juga menetapkan larangan memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.


1.2 Penegasan Mengenai Judul
        Pada Karya Ilmiah ini penulis akan menjelaskan beberapa penegasan judul mengenai Penjualan Permpuan yang kali ini marak sekali kasusnya di tanah air ini. Penjualan tehadap kaum perempuan sering sekali di kait-kaitkan dengan faktor ekonomi, sosial, budaya dan politik. Tentunya korbannya berasal dari kalangan bawah yang berada di bawah garis kemiskinan. Ini merupakan masalah yang sangat berat yang di hadapi bangsa Indonesia dan Tantangan besar bagi pemerinatah Indonesia agar bisa mensejaterakan rakyatnya, agar masalah ini tidak terulang lagi.

1.3  Rumusan Masalah
        Bertitik Tolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
   1.  Masalah apa yang paling sering yang muncul dalam seseorang pada kasus penjualan perempuan (women trafficking)?
        2.  Adakah undang-undang yang mengatur tentang kasus penjualan perempuan (women trafficking)?

1.4  Tujuan Penelitian
        Adapun tujuan penelitian penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut
      1. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber informasi yang  bagi para Perempuan
      2. Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam mengatasi masalah ini yang merupakan kejahatan lintas Negara

1.5  Sitematika

        BAB I PENDAHULUAN
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai Latar belakang masalah, Penegasan mengenai judul, Alasan pemilihan judul dan tujuan penelitian. Sebagai mana bab ini menjelaskan tentang.

        BAB II ANALISA DAN TEORI
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai analisa-analisa yang mempengaruhi faktor-faktor tentang penjualan perempuan, penampilan anggapan dan pernyataan hipotesa pada karya ilmiah ini.

        BAB III ANALISA DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
        Dalam Bab ini akan membahas mengenai metode dan penyajian data, penyajian tabel, analisa kuantitatif dan analisa kualitatif.

        BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
        Dalam Bab ini penulis menuangkan kesimpulan dan saran agar permasalahan penjualan perempuan tidak terulang lagi kasusnya dan pemerintah dapat melindungi TKW.

        BAB V DAFTAR ISI
         Daftar isi referensi website dan buku-buku sehingga dapat melengkapi karya tulis ini


BAB II
ANALISA LANDASAN TEORI

2.1 Analisa Hasil-Hasil
Perdagangan bukanlah fenomena yang sederhana, dan faktor-faktor yang membuat perempuan dan anak semakin rentan terhadap perdagangan bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Di dalam karya ilmiah ini, penulis akan mengkaji lebih dalam sejumlah faktor yang menciptakan kerentanan terhadap perdagangan. Faktor-faktor ini antara lain adalah:

2.1.1 Kemiskinan
Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi. Sebuah studi mengenai perdagangan di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan seseorang untuk memperbaiki status ekonominya dan kurangnya kesempatan untuk mewujudkan hal itu di tempat asalnya merupakan satu dari sejumlah alasan utama mengapa perempuan memilih untuk bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan.

2.1.2 Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Meski tingkat pendidikan di Indonesia telah mencapai kemajuan dalam beberapa dasawarsa terakhir, masih banyak penduduk yang mengecap tidak lebih dari beberapa tahun pendidikan di bangku sekolah dasar. Selain itu, di dalam keluarga yang tidak mampu mengirimkan semua anak mereka ke sekolah, prioritas umumnya akan diberikan pada anak lelaki. Juga ada kesenjangan besar dalam tingkat pendidikan yang mampu dicapai penduduk kota dengan yang mampu dicapai penduduk desa, di mana perempuan di daerah pedesaan mempunyai tingkat pendidikan yang paling rendah. Meski tingkat melek huruf nasional telah membaik [80,5% untuk perempuan, 90,9% untuk lelaki]
  
2.1.3 Status Dan Kekuasaan
Banyak faktor, termasuk usia, gender, kekayaan, pendidikan, dan kelas, yang menentukan status sosial dan kekuasaan di Indonesia. Orang yang lebih tua memiliki lebih banyak status daripada yang muda, demikian juga halnya dengan lelaki daripada perempuan, mereka yang kaya daripada yang miskin, mereka yang berpendidikan tinggi daripada yang tidak berpendidikan, dan mereka yang duduk di kelas sosial atas daripada mereka yang berada di kelas sosial lebih rendah.

2.1.4 Pernikahan Dini
Pernikahan dini dan tingkat perceraian yang tinggi mengakibatkan para
gadis rentan terhadap perdagangan karena, begitu mereka bercerai, mereka biasanya harus menghidupi diri mereka sendiri, meskipun sebenarnya mereka masih anak-anak. Rendahnya pendidikan dan keterampilan mereka mengakibatkan tidak banyak pilihan ekonomi yang  tersedia bagi mereka, dan karena mereka masih belia, mereka sering kali dari segi mental, ekonomi, atau sosial tidak siap untuk hidup mandiri.

2.1.5 Korupsi
Korupsi memainkan peran yang menentukan dalam fasilitasi perdagangan manusia di Indonesia. Korupsi membuka jalan bagi agen perekrut tenaga kerja untuk memalsukan surat identitas, paspor dan visa. Korupsi ini tidak hanya memainkan peran dalam perekrutan atau pengiriman buruh migran dan pekerja seks, tetapi juga membuka jalan bagi perekrutan dan pengiriman anak di bawah umur ke luar negeri.
Dalam proses ini, pejabat pemerintah dapat dibujuk untuk memalsukan informasi
dalam dokumen sehingga usia seorang gadis menjadi lebih tua dari yang sebenarnya, atau untuk mengubah tempat asal mereka (Kunjungan lapangan proyek). Bepergian dengan dokumen palsu membuat para migran amat rentan terhadap kekerasan. Pelaku perdagangan akan memanfaatkan rasa takut para perempuan itu terhadap pemenjaraan oleh pihak berwenang karena pelanggaran imigrasi agar dapat terus mengeksploitasi mereka.

2.1.6 Peran Perempuan Terhadap Keluarga
Di Indonesia, peran perempuan dalam keluarga terpusat di rumah. Tugas utama perempuan adalah sebagai istri dan ibu; mengurus keluarga dan rumah. Namun tanggung jawab ini juga termasuk memastikan bahwa keluarganya memiliki penghasilan untuk bertahan hidup. Banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka. Jika sebuah keluarga membutuhkan nafkah, seorang perempuan mungkin akan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya, untuk bermigrasi guna mencari pekerjaan agar dapat mengirim uang ke kampung sehingga keluarganya dapat bertahan hidup.

2.1.7 Asal Mula Buruh Ijon
Perdagangan di Indonesia biasanya adalah untuk dijadikan buruh ijon, yang memiliki sejarah panjang di Indonesia dan di seluruh Asia Tenggara. Dalam sejarah ada berbagai macam buruh ijon, yang manifestasinya dewasa ini masih terlihat dalam beberapa bentuk. Salah satu contohnya adalah praktik turun-temurun untuk mengirimkan gadis muda ke istana raja sebagai selir. 11 dari antara daerah-daerah di Jawa yang dulunya merupakan daerah pemasok selir dalam jumlah besar untuk istana-istana kerajaan kini menjadi daerah pengirim pekerja seks besar, yaitu Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang, Banyuwangi, dan Lamongan di Jawa Timur

2.1.8 Lemahnya Payung Hukum
Sampai hari ini belum ada upaya nyata pemerintah dalam menghapus praktek-praktek perdagangan perempuan dan anak. Bahkan upaya preventif pun dalam bentuk payung hukum sangat tidak memadai. Satu-satunya peraturan yang menyebut tentang perdagangan perempuan adalah pasal 297 KUHP yang menyebutkan barang siapa yang memperdagangkan perempuan dan anak laki-laki akan dihukum penjara tujuh tahun. Soalnya kemudian, penegak hukum mengartikan perdagangan perempuan hanya pada tindak eksploitasi seksual Bagaimana dengan kerja paksa yang banyak menimpa para TKI? Tidak ada definisi yang jelas tentang unsur-unsur perdagangan perempuan dan anak. Perspektif pemerintah dan kebanyakan masyarakat tentang perdagangan perempuan hanyalah menyangkut prostitusi. Dalam hal ini yang disalahkan biasanya hanya perempuan. Padahal prostistusi tidak akan ada dan berkembang kalau memang tidak ada konsumen atau pelanggannya.
Pendekatan pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap kasus perdagangan perempuan hanya dari sisi moral. Padahal perdagangan perempuan dan anak sangat terkait dengan aspek sosial dan politik. Perdagangan perempuan terjadi karena ada anggapan bahwa perempuan identik dengan pemenuhan kebutuhan seksual, yang artinya juga bisa diperjual belikan. Untuk mengatasi perdagangan perempuan dan anak tidak bisa hanya menggunakan pendekatan moral. 

2.2  Penampilan Anggapan
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah
“trafiking” :
“Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries and some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activities related to trafficking, such as forced domestic Labour, false marriages, clandestine employment and false adoption.” (Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi).
Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah perdagangan (trafficking):
“Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.


2.3  Pernyataan Hipotesa
        1. Masalah yang sering muncul dalam kasus women trafficking ini adalah masalah dalam perekonomian karena seseorang akan menggunakan 1001 cara untuk mengubah keadaan perekonominya agar terpenuhi semua kebutuhannya, Menurut badan pusat statistic (BPS) adanya jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2004.

        2.  undang-undangan yang mengatur mengenai women trafficking yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Pengaturan mengenai korban women trafficking telah mengalami kemajuan sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti sudah berorientasi kepada korban dan adanya bentuk tanggung jawab dari pelaku.
  

BAB III
ANALISA DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN

3.1 Metode dan prosedur pengolahan data.
Metode adalah  pendekatan atau cara yg dipakai dalam penelitian suatu ilmu, (http://www.artikata.com/arti-340805-metode.html). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode qulitatif dan quantitatif dalam menganalisis data yang ada, karena data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa angka (yaitu table presentase) dan kata (artikel).

3.2   Penyajian Tabel
        Berikut adalah Data TKW Indonesia yang mendapatkan kekerasan selama Januari-Mei 2004
Bentuk Kekerasan
Jumlah (Orang)
Pelacuran
91
Penelantaran
52
Penipuan
19
Pengusiran oleh majikan
7
Penyiksaan oleh majikan
5
Stress/Sakit
6
Pemerkosaan oleh majikan
8
Meninggal dunia
1

3.3  Analisa kualitatif
        Menurut Strauss dan Corbin (1997: 11-13), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). (http://ian43.wordpress.com/2010/05/25/perbedaan-dan-pengertian-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/)

 3.4  Analisa kuantitatif
        Penelitian Kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagain dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena alam. Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antarvariabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. (http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2131804-pengertian-metode-kuantitatif/)

BAB IV
Kesimpulan dan Saran

4.1   Kesimpulan
Jadi factor-faktor yang sering pada kasus women trafficking adalah kemiskinan, payung hukum yang lemah bagi TKW, tingkat pendidikan yang rendah, dan pernikahan dini bagi seorang perempuan. Dan yang kekerasan yang paling sering menimpa TKW adalah pemelacuran.

4.2   Saran
Departemen tenaga kerja perlu menjalin koordinasi dengan aparat kepolisian guna
mengetahui kantong-kantong pemasok tenaga kerja ilegal serta perusahaan pengerah tenaga kerja yang biasa melakukan pelanggaran, Guna memberikan perlindungan hukum yang memadai pada korban kejahatan perdagangan perempuan dan anak diluar negeri, disarankan Indonesia menempatkan wakilnya di luar negeri yang secara khusus bertugas dalam memberikan advokasi/bantuan hukum pada para korban, dan Departemen tenaga kerja perlu melakukan pemantauan secara langsung terhadap aktifitas pengerah tenaga kerja Indonesia mengingat lembaga ini seringkali menjadi pintu gerbang maraknya aktivitas perdagangan perempuan.


BAB V
Daftar Pustaka

Trafficking_finish_bab1.pdf
Fanning, K., (2003). Young Fishermen Labor on Isolated Wooden Piers. Scholastic News, Retrieved on January 31, 2003, from http://teacher.scholastic.com/scholasticnews/indepth/child_labor.com
Lim, L.L. (1998). The Economic and Social Bases of Prostitution in Southeast Asia in Lin Lean
Lim (Ed.). The Sex Sector: the economic and social bases of prostitution in Southeast Asia (pp. 1-28).
http://www.artikata.com/arti-340805-metode.html

Monday, 27 April 2015

Sensor Ultasonic

Pengertian Sensor Jarak Ultrasonik PING
Sensor jarak ultrasonik PING adalah sensor 40 KHz produksi parallax yang banyak digunakan untuk aplikasi atau kontes robot cerdas untuk mendeteksi jarak suatu objek.
Sensor PING mendeteksi jarak objek dengan cara memancarkan gelombang ultrasonik ( 40 KHz ) selama t = 200 us kemudian mendeteksi pantulannya. Sensor PING memancarkan gelombang ultrasonik sesuai dengan kontrol dari mikrokontroller pengendali ( pulsa trigger dengan tout min 2 us ). Spesifikasi sensor ini :
a. Kisaran pengukuran 3cm-3m.
b. Input trigger –positive TTL pulse, 2uS min., 5uS tipikal.
c. Echo hold off 750uS dari fall of trigger pulse.
d. Delay before next measurement 200uS.
e. Burst indicator LED menampilkan aktifitas sensor.

Prinsip Kerja Sensor PING 
Pada dasanya, Sensor PING terdiri dari sebuah chip pembangkit sinyal 40KHz, sebuah speaker ultrasonik dan sebuah mikropon ultrasonik. Speaker ultrasonik mengubah sinyal 40 KHz menjadi suara sementara mikropon ultrasonik berfungsi untuk mendeteksi pantulan suaranya. Sensor PING mendeteksi jarak obyek dengan cara memancarkan gelombang ultrasonik (40 kHz) selama tBURST (200 μs) kemudian mendeteksi pantulannya. Sensor PING memancarkan gelombang ultrasonik sesuai dengan kontrol dari mikrokontroler pengendali (pulsa trigger dengan tOUT min. 2 μs).
Gelombang ultrasonik ini melalui udara dengan kecepatan 344 meter per detik, mengenai obyek dan memantul kembali ke sensor. PING mengeluarkan pulsa output high pada pin SIG setelah memancarkan gelombang ultrasonik dan setelah gelombang pantulan terdeteksi PING akan membuat output low pada pin SIG. Lebar pulsa High (tIN) akan sesuai dengan lama waktu tempuh gelombang ultrasonik untuk 2x jarak ukur dengan obyek. Maka jarak yang diukur adalah 
S = (tIN x V) ÷ 2
Dimana :
S = Jarak antara sensor ultrasonik dengan objek yang dideteksi
V = Cepat rambat gelombang ultrasonik di udara (344 m/s)
tIN = Selisih waktu pemancaran dan penerimaan pantulan gelombang.


Daftar Pustaka
http://kuliah.andifajar.com/sensor-ultrasonic/
http://parallax.com/dl/docs/prod/acc/28015-PING-v1.3.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29570/4/Chapter%20II.pdf
http://yakuzanet.wordpress.com/